ASUHAN KEPERAWATAN
GLOMERUNEFRITIS
Dosen Pembimbing : Ns.Dormina,S.Kep
Kelompok 2
Alexander 2010.11.792
Devi rozalinda 2010.11.798
Elimelek 2010.11.805
Eka baina 2010.11.803
Fransiska shopia 2010.11.810
Haidir kolami 2010.11.812
Mutiara BR 2010.11.822
Sintia arisman 2010.11.828
Siti rohani 2010.11.829
Sri lestari 2010.11.830
AKADEMI KEPERAWATAN GARUDA PUTIH
JAMBI
TAHUN AJARAN 2011/2012
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan
makalah keperawatan medical bedah.
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Ns.Dormina,S.Kep.Mkm dalam penulisan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Kami
menyadari teknik menyusun dan materi yang kami sajikan ini masih jauh dari pada
sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan refenrensi yang dimiliki
oleh penulis. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Jambi
05 pebruari 2012
penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Glomerunefritis akut.......................................................................... 2
2.2 Glomerunefritis
kronik....................................................................... 5
2.3 Askep
Glomerunefritis........................................................................ 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.......................................................................................... 11
3.2 Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Istilah glomerulonefritis digunakan
untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas tetapi secara umum
memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus.
Glomerulonefritis ditandai dengan
reaksi radang pada glomerulus dengan adanya leukosit dan proliferasi sel, serta
eksudasi eritrosit, loukosit dan protein plasma dalam ruang Bowman. Selain itu
tampak pula kelainan sekunder pada tubulus, interstitium dan pembuluh
darah.
Glomerulonefritis bukan merupakan
infeksi ginjal oleh jasad renik, bukan pula suatu penyakit tersendiri oleh
etiologi tertentu, melainkan sebiknya dianggap sebagai suatu pola reaksi ginjal
terhadap berbagai factor yang belum seluruhnya jelas. Glomerulonefritis (juga
disebut sindrom nefrotik), mungkin akut, dimana pada kasus seseorang dapat
meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi
ginjal lambat, tersembunyi, dan progresif yang akhirnya menimbulkan
penyakit ginjal tahap akhir.
Glomerulonefritis adalah suatu
sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan
beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau
eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai).
Berbgai macam glomerulofati dapat
terjadi, masing-masing dengan penampilan klinis yang berbeda. Jadi penyakit
diklasifikasikan menurut morfologi, etiologi, patogenesis, sindrom klinis, atau
kombinasi dari semuanya. Masing-masing tipe dari glomerulopati akan menunjukan
manifestasi dari gagal ginjal dalam tiga bulan.Ini kemudian disebut
glomerulonefritis yang berkembang dengan cepat, memerlukan intervensi medis
awal yang berbeda.
1.2 Tujuan
·
Memahami
pengertian dari glomerunefritis
·
Mengetahui
etiologi dan patofisiologi dari glomerunefritis
·
Menegerti
cara pembuatan NCP dari glomerunefritis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Glomerulonefritis
Akut
1.
Defenisi
Gna adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks
antigen-antibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.
2.
Etiologi
Penyakit ini ditemukan pada semua
usia, tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang
lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak pria dari pada wanita.
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama
di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus
gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan
gizi, keadaan umum dan factor alergi.
3.
Gambaran
Klinik
Hasil penyelidikan klinis
immunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses
immunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
·
Terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
·
Proses
autoimmune kuman streptokokkus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimmune yang merusak glomerulus.
·
Streptokokkus
nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama
sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis ginjal.
4.
Gejala
Klinik
Gejala yang sering ditemukan :
1. Hematuri
2. Edema
3. Hipertensi
4. Peningkatan suhu badan
5. Mual, tidak ada nafsu makan
6. Ureum dan kreatinin meningkat
7. oliguri dan anuria
5.
Komplikasi
1. Oliguri sampai anuria sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus.
2. Esefalopati hipertensi yang
merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini
disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu,
orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung dan meningkatnya TD
yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung
akibat HT yang menetap dan kelainan di
miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia
disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
6.
Evaluasi
Diagnostik
1. Urinalisis :
a. Hematuria (mikroskopis atau
makroskopis)
b. Proteinuria (3 + sampai 4+)
c. Sedimen : silinder sel merah, SDP,
sel epitel ginjal
d. BJ : peningkatan sedang
2. Pemeriksaan darah :
a. Komplemen serum dan C3 menurun
b. BUN dan kreatinin meningkat
c. Titer DNA – ase antigen B meningkat
d. LED meningkat
e. Albumin menurun
f. Titer anti streptolisin – O (ASO)
meningkat
3. Biopsi ginjal untuk menunjukkan
obstruksi kapiler glomerular dan memastikan diagnosis.
7.
Manajemen
Kolaboratif
1. Intervensi Terapeutik
a. Batasi masukan cairan, kalium dan
natrium
b. Pembatasan protein sedang dengan
oliguri dan peningkatan BUN; pembatasan lebih drastis bila terjadi gagal ginjal
akut.
c. Peningkatan karbohidrat untuk
memberikan energi dan menurunkan katabolisme protein.
2. Intervensi Farmakologis
a. Anti HT dan diuretic untuk
mengontrol HT dan edema.
b. Penyekat H2 untuk
mencegah ulkus stress pada penyakit akut.
c. Agens ikatan fosfat untuk mengurangi
kadar fosfat dan meningkatkan kalsium.
d. AB bila infeksi masih ada.
2.2 Glomerulonefritis
Kronik
1. Defenisi
Adalah glomerulonefritis
tingkat akhir (“and stage”) dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses
nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang
irreversible.
2. Etiologi
1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa
riwayat infeksi.
2. Dibatas mellitus
3. Hipertensi kronik
4. Penyebab lain yang tidak diketahui
yang ditemui pada stadium lanjut.
3. Gambaran Klinik
5. Kadang-kadang tidak memberikan
keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.
6. Lemah, nyeri kepala, gelisah, mula,
coma dan kejang pada stadium akhir.
7. Edema
sedikit bertambah jelas jika
memasuki fase nefrotik.
8. Suhu subfebril.
9. Kolestrol darah naik.
10. Penurunan kadar albumin.
11. Fungsi ginjal menurun.
12. Ureum meningkat + kreatinin serum.
13. Anemia.
14. Tekanan darah
meningkat mendadak
meninggi.
15. Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi.
16. Gagal jantung
kematian.
17. Berat badan menurun.
18. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)
19. Hematuria.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada urine ditemukan :
a) Albumin (+)
b) Silinder
c) Eritrosit
d) Lekosit hilang timbul
e) BJ urine 1,008 – 1,012 (menetap)
2. Pada darah ditemukan :
a) LED tetap meninggi
b) Ureum meningkat
c) Fosfor serum meningkat
d) Kalsium serum menurun
3. Pada stadium akhir :
a) Serum natrium dan klorida menurun
b) Kalium meningkat
c) Anemia tetap
4. Pada uji fugsional ginjal menunjukan
kelainan ginjal yang progresif.
5. Penatalaksanaan
1. Medik :
a) Pengobatan ditujukan pada gejala
klinik dan gangguan elektrolit.
b) Pengobatan aktivitas sehari-hari
sesuai batas kemampuan pasien.
c) Pengawasan
hipertenasi
antihipertensi.
d) Pemberian antibiotik untuk infeksi.
e) Dialisis
berulang untuk memperpanjang
harapan hidup pasien.
2. Keperawatan :
a) Disesuaikan dengan keadaan pasien.
b) Pasien dianjurkan secara teratur
untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
c) Program diet ketat tetapi cukup
asupan gizinya.
d) Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan
aktivitas sesuai kemampuannya.
e) Anjuran kontrol ke dokter harus
ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik atau GGK.
2.3 Asuhan Keperawatan Klien
Glomerulonefritis
A. Pengkajian
1. Genitourinaria
a) Urine keruh
b) Proteinuria
c) Penurunan urine output
d) Hematuri
2. Kardiovaskuler
a) Hipertensi
3. Neurologis
a) Letargi
b) Iritabilitas
c) Kejang
4. Gastrointestinal
a) Anorexia
b) Vomitus
c) Diare
5. Hematologi
a) Anemia
b) Azotemia
c) Hiperkalemia
6. Integumen
a) Pucat
b) Edema
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi
air dan hipernatremia
KE : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral
normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan
retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia.
Intervensi :
a) Monitor dan catat TD setiap 1 – 2
jam perhari selama fase akut.
R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan
intervensi selanjutnya.
b) Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan
suction
R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen
ke otak
c) Atur pemberian anti HT, monitor
reaksi klien.
R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT
yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d) Monitor status volume cairan setiap
1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam).
R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat
menyebabkan tekanan darah.
e) Kaji status neurologis (tingkat
kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada
status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f) Atur pemberian diuretic : Esidriks,
lasix sesuai order.
R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
2. Peningkatan volume cairan b/d
oliguri
KE : Klien dapat mempertahankan volume cairan
dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
a) Timbang BB tiap hari, monitor output
urine tiap 4 jam.
R/ : Peningkatan BB merupakan
indikasi adanya retensi cairan , penurunan output urine merupakan indikasi
munculnya gagal ginjal.
b) Kaji adanya edema, ukur lingkar
perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada
skrotum
R/ : Peningkatan lingkar perut
danPembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
c) Monitor reaksi klien terhadap terapi
diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide.
R/ : Diuretik dapat menyebabkan
hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium.
d) Monitor dan catat intake cairan.
R/ : Klien mungkin membutuhkan
pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga
membutuhkan pembatasan intake sodium.
e) Kaji warna warna, konsentrasi dan
berat jenis urine.
R/ : Urine yang keruh merupakan
indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi
ginjal.
f) Monitor hasil tes laboratorium
R/ : Peningkatan nitrogen, ureum
dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Perubahan status nutrisi (kurang
dari kebutuhan) b/d anorexia.
KE : Klien akan menunjukan
peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
a) Sediakan makan dan karbohidrat yang
tinggi.
R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan
menyediakan kalori essensial.
b) Sajikan makan sedikit-sedikit tapi
sering, termasuk makanan kesukaan klien.
R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan
kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan
kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
c) Batasi masukan sodium dan protein
sesuai order.
R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa
kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.
4. Intolerance aktiviti b/d fatigue.
KE : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas
ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu
beraktivitas.
Intervensi :
a) Buat jadwal/periode istirahat
setelah aktivitas.
R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan
energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan
stress pada ginjal.
b) Sediakan/ciptakan lingkungan yang
tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien.
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan
energi dan mencegah kebosanan.
c) Buat rencana/tingkatan dalam
keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan
istirahat pada malam hari.
R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu
klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
5. Gangguan istirahat tidur b/d
immobilisasi dan edema.
KE : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai
dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan
pada kulit/bersisik.
Intervensi :
a) Sediakan kasur busa pada tempat
tidur klien
R/ : Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.
b) Bantu merubah posisi tiap 2 jam.
R/ : Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi,
penurunan resiko terjadi kerusakan kulit.
c) Mandikan klien tiap hari dengan
sabun yang mengandung pelembab.
R/ : Deodoran/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit
kering, menyebabkan kerusakan kulit.
d) Dukung/beri sokongan dan elevasikan
ekstremitas yang mengalami edema.
R/ : Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena
untuk mengurangi pembengkakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah suatu
sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan
beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau
eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai).
Berbgai macam glomerulofati dapat
terjadi, masing-masing dengan penampilan klinis yang berbeda. Jadi penyakit
diklasifikasikan menurut morfologi, etiologi, patogenesis, sindrom klinis, atau
kombinasi dari semuanya.
Masing-masing tipe dari
glomerulopati akan menunjukan manifestasi dari gagal ginjal dalam tiga
bulan.Ini kemudian disebut glomerulonefritis yang berkembang dengan cepat,
memerlukan intervensi medis awal yang berbeda.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat dengan tujuan
agar pembaca dapat mengerti dan memahami tentang glomerolusnefritis, adapun tujuan dari penulis adalah untuk
member ikan pemahaman tentang tinjauan teori maupun asuhan keperawatan tentang
glomerulusnefritis.
Maka dari itulah penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kelengkapan dari makalh kami
yang mungkin menurut pembaca kurang atas kritik dan saranya penulis mengucapkan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2,
Jakarta: EGC
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit buku 2 edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta 1995.
Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan Linda A.
Sowden, Edisi 3, Penerbit EGC Jakarta 2002.
Pedoman
Praktek Keperawatan,
Sandra M.Nettina, Penerbit EGC, Jakarta.
Perawatan
Anak Sakit,
Ngastiyah, Penerbit EGC, Jakarta 1997.
Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah,
Barbara Engram, Volume I, Penerbit EGC, Jakarta 1998.
Perawatan
Medikal Bedah,
Volume 3, Barbara C. Long, Bandung 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar